Postingan Populer

Senin, 15 April 2019

Bapak dan Ibu Anggota Dewan, Janganlah Main Kasar




TANGGAL 12 Februari 2018 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPD dan DPRD (RUU MD3). Pengesahan sejatinya tak berjalan mulus. Selain PPP dan Nasdem yang walk out, pro kontra juga mengemuka saat revisi UU MD3 tersebut masih dalam tahap pembahasan. Pro kontra dikarenakan revisi UU MD3 tersebut berisi beberapa pasal yang berpotensi menjadikan aggota DPR sebagai lembaga yang antikritik dan kebal hukum.

Salah satu pasal yang mengundang kontroversi adalah pasal 122 huruf K UU MD3. Pasal tersebut berbunyi: (MKD bertugas) mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Tak sedikit masyarakat yang resah. Maka, sejumlah pihak masyarakat pun mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Upaya masyarakat membuahkan hasil. MK akhirnya membatalkan dan mengoreksi beberapa pasal kontroversial dalam UU MD3. Salah satu pasal yang dibatalkan demi hukum adalah pasal 122 huruf K. Putusan ini diambil oleh MK dengan suara bulat dalam sidang putusan uji materi UU MD3 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Sebagai rakyat yang memiliki wakil di DPR, saya melihat pasal ini semakin tidak menunjukkan perlindungan terhadap warga negara yang melakukan kontrol terhadap DPR. DPR sepertinya sudah mulai kehilangan semangat perwakilan rakyat pada dirinya dan pada lembaga tempatnya bernaung. Sesuai dengan namanya DPR, “Dewan Perwakilan Rakyat”, artinya mereka adalah perwakilan rakyat. Sebagai wakil rakyat, mereka seharusnya memperjuangkan rakyat yang mereka wakili agar menjadi warga negara yang sejahtera sesuai dengan janji-janji kampanyenya.

Tapi jika hanya karena kritik saja, DPR akan mengambil langkah hukum, maka aturan ini semakin memperjelas posisi DPR yang tidak mau mendapat kritik dari rakyat. Hal ini tentu saja merusak sistem demokrasi. Saya melihat, DPR sudah main kasar dengan rakyat yang mereka wakili, rakyat yang seharusnya diperjuangkan. Bukan sebaliknya di jerat dengan pasal karet.

Bapak dan Ibu anggota dewan, mohon jangan bermain kasar. Kami adalah rakyat yang kalian wakili, rakyat yang seharusnya kalian perjuangkan. Kritik itu sangat perlu bagi setiap individu hingga lembaga pemerintahan seperti DPR. Kritik  terkadang menyakitkan, namun, jika suatu kritik kita tanggapi dengan pemikiran positif, saya yakin kritik itu akan membangun dan menjadi suatu agen perubahan untuk kemajuan.

Yakinlah Bapak dan Ibu, kalian hanya dikirik dan tidak akan diperlakukan layaknya anggota dewan di Ukraina, Viktor Yanukovich. Yanukovich, anggota dewan dari Partai Pembangunan Ekonomi harus merasakan dilempar sampah dan akhirnya dibuang ke tempat sampah oleh rakyat yang marah terhadap kinerja DPR di Ukraina, pada April  2016 lalu. Rakyat Ukraina menuding DPR tidak bekerja dengan baik dan tidak dapat memperjuangkan aspirasi rakyat. Saya percaya, rakyat Indonesia tidak akan sampai senekat rakyat Ukraina.

Bapak dan Ibu anggota DPR, pasal 122 huruf K sudah dibatalkan oleh MK. Bekerjalah dengan sungguh-sungguh. Perjuangkanlah kami, rakyat yang kalian wakili dengan tulus. Saya percaya, tak akan ada kritik jika Bapak dan Ibu sungguh-sungguh dalam bekerja. Kalaupun ada kritik, tak ada salahnya, sepanjang memang membangun dan tujuannya baik. Kritik boleh, asalkan bukan nyinyir tak beralasan yang semata-mata karena didasari kebencian.(*)