Postingan Populer

Senin, 24 Juni 2019

Kumpulan Puisi di Tinggal Waktu Lagi Sayang-Sayangnya


Ditepi Jalan
Ku telah mengayun roda kita hingga jauh
Aku selalu berada didepan
Engkau memelukku dengan hangatnya
Hingga di tepi jalan kita berhenti
Sebab roda belakang terlepas dan jauh pergi

Sang Kumbang
Bungaku tanam dalam pagar
Setangkai telah mekar dengan eloknya
Sang kumbang pun datang menghampiri
Dia datang menghisap madu dari bungaku
Dia datang tanpa salam
Dia pergi tanpa pamit
Dia telah menghisapmadunya hingga habis semua

Surat Terakhir
Hari kini telah gelap
Bumi telah bejumpa dengan sang malam
Tanpa terang bulan, namun dalam selimut sunyi
Seorang wanita menangis dengan sendu dengan secarik kertas
digenggamannya
Anaknya telah pergi bersama lelaki impiannya


Tiga Tahun Empat Bulan
Kita telah berjanji tuk sehidup semati
Nyatanya kau berbagi cinta dengan yang lain
Kau tak pernah pikirkan tentangku
Kau tidak anggap hatiku yang telah ku taruh padamu
Ku tak pernah menyangka aku sebodoh ini
Tiga tahun empat bulan hanya berjalan sia-sia

Dihempas Gelombang
Bagaikan karang dihempas gelombang
Dia  yang dulu tegak kini telah rapuh
Dia tak sanggup lagi menahan gelombang
Dia tinggal sendiri tanpa ada pendamping
Karang lain telah dicuri
Oleh mereka yang tak punya hati
Laut ku pun kini suram dan siap untuk menerkam

/////////
Oleh: Ransoter Marbun
Mahasiswa Fakultas Pertanian Unirversitas Katolik St. Thomas Sumatera Utara
/////////


Ig : @ransoter

Rabu, 12 Juni 2019

Jangan Sampai Sumut Hat-trick Gubernur Koruptor




PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan dilaksanakan tanggal 27 Juni 2018 di 171 daerah di Indonesia. Ke-171 daerah tersebut terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Dari 17 provinsi yang menggelar Pilkada, provinsi Sumatera Utara (Sumut) adalah salah satu diantaranya.

Jika bicara tentang Pilkada, maka akan berbicara tentang pemimpin yang dihasilkan oleh produk Pilkada tersebut. Dan jujur saja, selama dua kali pelaksanaan Pilkada secara langsung, Sumut seperti kena sialnya saja. Pasalnya, dua kali pemimpin yang dilahirkan oleh proses Pilkada, justru tidak amanah dan meringkuk di penjara KPK atas tuduhan korupsi. Kedua pemimpin tersebut adalah Syamsul Arifin yang memenangi Pilkada Gubernur tahun 2008 dan Gatot Pujo Nugroho yang memenangi Pilkada Gubernur tahun 2013.

Juara Korupsi
Bicara soal korupsi, Sumut memang tergolong juara. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat di tahun 2017‎ terdapat 40 kasus korupsi ditangani oleh aparat penegak hukum dengan total kerugian negara mencapai Rp 286 miliar. Hasil ini menempatkan Sumut menduduki peringkat ke 3 daerah terbesar angka korupsinya di Indonesia, setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. (Analisa, Senin, 4 Juni 2018)

Padahal Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang menjanjikan. Masyarakatnya yang majemuk merupakan keunggulan untuk membangun Sumatera Utara menjadi lebih baik. Namun apa yang terjadi? Banyak kekecewaan yang muncul dalam benak warga Sumut melihat pemimpin daerahnya yang terdahulu. Sudah dua kali gubernur Sumut diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terjerat kasus suap dan korupsi. Hal ini mengakibatkan semakin tipisnya kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya bahkan juga kepada calon-calon pemimpin yang muncul di Pilkada.

Padahal seperti yang disebutkan di awal, Sumatera Utara bukanlah provinsi yang minim potensi. Semua ada di sini, mulai dari potensi pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, perikanan, pariwisata, hingga pertambangan. Seharusnya potensi-potensi ini digali semaksimal mungkin untuk kemajuan provinsi Sumatera Utara sesuai dengan koridor dan peraturan yang berlaku.

Seharusnya juga, pemimpin Sumatera Utara berpikir keras untuk mengolah potensi-potensi luar biasa ini agar menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika PAD bertambah, maka hal yang wajar jika pendapatan kepala daerah akan naik. Di sisi lain, kondisi masyarakat di berbagai sektor, mulai dari kesehatan, pendidikan, gizi, kepastian hukum, dan lain-lain akan serta merta membaik menuju kemakmuran. Kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin negara tentu saja ikut membaik.

Tak salah kalau menyebut Sumatera Utara adalah provinsi yang “kurang beruntung”, dalam hal pemimpin. Meski demikian, warga Sumatera Utara tentu saja masih berhak memiliki harapan akan lahirnya sosok yang ideal untuk memimpin daerahnya. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan esensi dari Indonesia sebagai negara demokrasi. Di mana dalam pelaksanaan Pilkada ini, rakyat turut berpartisipasi dalam menentukan pemimpin pilihannya.
Pemimpin Amanah
Lalu seperti apakah pemimpin yang diharapkan akan memimpin Sumatera Utara? Kuncinya hanya ada satu yakni pemimpin yang amanah. Amanah secara etimologis berasal dari bahasa Arab dalam bentuk mashdar dari “amina- amanatan” yang berarti jujur atau dapat dipercaya. Amanah juga mempunyai akar kata yang sama dengan kata iman dan aman.

Sejatinya esensi kepemimpinan itu ialah kapabilitas dalam memegang kepercayaan, pertanggungjawaban, responsibilitas dan akuntabilitas. Responsibilitas merujuk kepada tanggung jawab melayani atau 'kualitatif' sedangkan akuntabiltas adalah soal perhitungan tanggung jawab 'kuantitatif'nya. Karena itulah pemimpin disebut “leader" bukan sekedar “dealer".

Artinya, pemimpin yang amanah harus hadir di depan, selangkah lebih maju dan siap menjadi panutan masyarakat yang dipimpinnya, bukan melakukan “deal-deal" semata hanya untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya. Bukan pula menggerogoti APBD untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya. Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang bekerja dengan setulus hati untuk kemakmuran rakyat dan kemajuan Sumatera Utara.

Pemimpin yang amanah tidak hanya duduk di kursi pimpinan saja, tetapi pemimpin yang juga mampu berbaur dengan rakyatnya. Tak hanya berbaur tetapi juga mendengarkan aspirasi rakyat serta memberikan solusinya secara cepat dan tanggap.

Harapan akan lahirnya pemimpin yang amanah ini sebenarnya tidak muluk-muluk, karena provinsi ini sudah cukup lama tertinggal dibandingkan daerah lain baik dari sisi infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perekonomian. Di Pilkada Gubernur nanti, rakyat Sumut punya dua pilihan calon yakni yakni Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus. Saat ini, pilihan ada di tangan masyarakat Sumut untuk memilih calon yang terbaik yang dapat membawa Sumatera Utara menuju provinsi yang maju.

Jujur, masyarakat sebenarnya tidak menuntut sesuatu yang berlebihan dari pemimpinnya. Masyarakat pada intinya hanya menuntut sebuah kesejahteraan yang memihak pada mereka. Kesejahteraan ini biasanya berupa kesejahteraan dalam hal ekonomi. Misalnya ketersediaan bahan-bahan pokok dengan harga yang stabil dan terjangkau. Selain itu harga bahan bakar minyak yang murah juga menjadi harapan mereka. Tak hanya kesejahteraan saja, masyarakat juga mengharapkan fasilitas pendidikan yang baik. Seperti sekolah gratis hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka berharap anak mereka bisa bernasib lebih baik dan lebih sejahtera dibandingkan mereka. Masyarakat juga menginginkan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang baik. Jangan sampai fasilitas kesehatan justru membuat mereka semakin sakit karena buruknya pelayanan.

Belajar dari pemaparan Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya, maka kita sepakat bahwa pemberantasan rantai korupsi harus diawali dari pemilihan calon gubernur bersih di Pilkada 2018 ini. Jangan sampai gubernur (baru) nanti kembali terjerat kasus korupsi dan mencatat hat-trick gubernur koruptor. Hat-trick dimaksud merajuk pada dua mantan gubernur Sumut sebelumnya yakni, Syamsul Arifin (2008-2010). Syamsul dijatuhi pidana penjara lantaran terbukti korupsi saat masih menjabat sebagai Bupati Langkat periode 1999-2004 dan 2004-2008.

Kemudian mantan Gubernur Sumut selanjutnya adalah Gatot Pujo Nugroho (2010-2014). Diketahui, Gatot dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara karena terbukti memberikan gratifikasi dengan nilai total mencapai Rp 61.835.000.000 terhadap 38 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019.

Karena itulah, momentum Pilkada 2018 ini ‎menjadi titik krusial bagi masyarakat Sumut, agar tidak jatuh untuk ketiga kalinya di lobang yang sama. Sebelumnya sudah ada dua pemimpin (gubernur) hasil Pilkada yang “jatuh” karena kasus korupsi. Jika pemimpin jatuh, maka rakyat yang dia pimpin pun pasti ikut jatuh. Jadi, marilah bijak dan selektif memilih pemimpin ke depan. Pelajarilah rekam jejak pasangan calon sebelum menentukan pilihan. Mari memilih pemimpin berdasarkan kinerjanya terdahulu dan program kerjanya selama lima tahun ke depan, bukan berdasarkan suku, agama, dan status sosialnya.(*)

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Unika Santo Thomas Medan. Aktif di Komunitas Menulisa Mahasiswa Unika Santo Thomas “VERITAS”