Postingan Populer

Rabu, 24 Juli 2019

Peran Mahasiswa Pasca 21 Tahun Reformasi

Peran Mahasiswa Pasca 21 Tahun Reformasi
Oleh: Ransoter Marbun

Peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti tanggal 12 Mei 1998 merupakan sejarah penting dalam era reformasi. Mahasiswa kala itu merasakan ketidakadilan dari otoriter pemerintahan Soeharto. Sehingga, mengundang pergerakan mahasiswa untuk turun ke jalan, melakukan aksi demonstrasi dan menuntut Soeharto turun dari jabatannya.

Singkat cerita, akhirnya Soeharto lengser dari jabatannya setelah masyarakat dan mahasiswa mendesak dan menginginkan perubahan setelah 32 tahun hidup di bawah tatanan militer dan demokrasi palsu. Turunnya Soeharto dari Presiden adalah buah hasil dari perjuangan masyarakat dan mahasiswa yang menginginkan reformasi. Melihat aksi solidaritas ini, menunjukkan bahwasanya mahasiswa turut merasakan kegelisahan yang terjadi ditengah masyarakat. Peristiwa ini juga menjadi suatu pertanda bahwa pentingnya peran mahasiswa dalam suatu perubahan dalam gelap kabutnya negeri, birokrasi, dan kondisi ekonomi.
Aksi mahasiswa sudah bermula sejak tahun 1997 dan puncaknya Mei 1998. Dibalik kejadian itu, hal yang turut mengundang aksi solidaritas dari mahasiswa ialah karena kondisi ekonomi yang ironis dan krisis moneter yang membuat harga barang melambung tinggi. Dalam tragedi tersebut, empat orang mahasiswa Universitas Trisakti terkena tembakan dan akhirnya meninggal dunia, yakni; Elang Mulia Lasmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan dan Hendriawan.

Reformasi dapat terjadi karena setiap orang menginginkan pembaharuan di berbagai bidang, baik politik, sosial, ekonomi, dan kebebasan untuk menyuarakan pendapat tanpa takut dibalas dengan todongan bedil oleh penguasa. Bisa dikatakan, ada impian untuk mewujudkan masyarakat madani yang di impikan. Reformis, sebagai suatu penggerak dalam menjalankan segala aspek kehidupan di masa reformasi, tentu sudah seharusnya meninggalkan nilai-nilai otoriter Orde Baru dan turunannya yang terbukti gagal. Masa reformasi diharapkan mampu menjanjikan perubahan, bersifat korektif, dan bercorak pembaharuan.

Saat ini banyak terjadi konflik ditengah masyarakat dan hoax menyusup, yang menimbulkan kegaduhan.  Korupsi yang tak pernah ada habisnya dan kondisi sosial-ekonomi mengakibatkan kesenjangan sosial. Keberadaan konflik ini seolah-olah merupakan musuh   yang tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia. Kondisi seperti ini merindukan keberadaan dari pejuang era reformasi dengan aksi yang kreatif, inovatif, positif, dan membangun ala mahasiswa jaman now.

Mahasiswa Era Reformasi
Jika kembali melihat pergerakan mahasiswa era reformasi, hal yang menandai mahasiswa di era reformasi; pertama, dimana mahasiswa pada era tersebut kerap kali membuat banyak kemacetan jalan diberbagai titik akibat melakukan demonstrasi. Pada dasarnya aksi mahasiswa turun kejalan adalah membuat tekanan yang berarti bagi pemerintah supaya lebih optimal lagi atas kebijakan yang di terapkan.

Kedua, pada era reformasi aksi solidaritas sangatlah kuat dan kokoh yang diimbangi dengan aliansi yang besar. Suatu gerakan yang dibarengi solidaritas yang kuat, kokoh dengan jumlah yang banyak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dimana dulu aktivis mahasiswa yang turun kejalan jumlahnya ribuan sehingga menyulitkan pergerakan dari aparat dalam mengamankan aksi mahasiswa.

Ketiga, sulitnya bagi masyarakat untuk memberi aspirasi akibat media yang terbatas. Media aspirasi merupakan sarana yang penting dalam memberi aspirasi dari kalangan masyarakat. Kala Orde Baru, media aspirasi sangat terbatas dimana yang masih hanya ada radio, majalah, surat kabar dan keberadannya juga tetap diawasi oleh kaum elit Orde Baru. Hal ini tentunya tidak akan bisa untuk menampung aspirasi masyarakat. Maka, mahasiswa pun kemudian bergerak melakukan orasi, demonstrasi, dan turun ke jalan dengan memperjuangkan aspirasi dari kalangan masyarakat.

Mahasiswa Jaman Now
Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dengan menyediakan fasilitas yang memadai bagi mahasiswa jaman sekarang untuk menkritisi gelap kabutnya kondisi Indonesia saat ini. Mahasiswa tidak perlu untuk melakukan aksi solidaritas untuk turun ke jalan seperti pada era Orde Baru. Mahasiswa jaman now dituntut untuk lebih kreatif, inovatif, positif, dan membangun dalam melakukan kritik terhadap kegaduhan politik, keberadaan hoax, kondisi sosial- ekonomi yang terjadi saat ini.

Sebagai mahasiswa jaman now, kita dapat menggunakan media internet untuk melakukan Tridarma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat) sebagai saluran aspirasi kita sebagai mahasiswa dan juga membantu masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang perlu dilakukan mahasiswa jaman now ialah yang pertama menulis di blogspot, menulis opini di media massa dan menyampaikan kritik melalui video youtube sebagai youtuber. Namun, semua ini harus sesuai dengan fakta dan data, tidak mengandung unsur SARA, bersifat terbuka, melahirkan suatu solusi dan tentunya memenuhi aturan-aturan yang berlaku.

Kedua, melakukan  penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat. Mahasiswa pada dasarnya ialah seorang peneliti sebagai agen of change atau sebagai agen perubahan sepatutnya untuk melakukan penelitian yang bermanfaat langsung kepada masyarakat.

Seperti yang dilakukan oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), dilansir dari website resmi ITB  (itb.ac.id) dimana Kelompok Keahlian Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerjasama dengan community based startup Biorefinery Society (BIOS) mengembangkan perancangan sarang (hive) dan sistem pemeliharaan lebah Tetragonula untuk madu propolis di perkebunan kopi.  Pada penelitian yang dilakukan merupakan pengembangan sistem perkebunan kopi yang terintegrasi dengan budidaya lebah. Dengan tujuan ialah untuk meningkatkan produktivitas dan perekonomian Gabungan Kelompok Tani di Kabupaten Bandung Barat dengan memfasilitasi jaringan antara petani kopi, petani lebah, pebisnis, dan pemerintah.

Ketiga, melakukan pengabdian kepada masyaraka. Pengabdian kepada masyarakat adalah serangkaian kegiatan yang meningkatkan kualitas kehidupan pada masyarakat. Pengabdian masyarakat adalah suatu gerakan proses pemberdayaan diri untuk kepentingan masyarakat.
Seperti pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa Forum Komunikasi Bidikmisi Surabaya-Madura (FKMB Suramadu) dialansir dari website resmi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (pens.ac.id), Pengabdian Masyarakat yang dilakukan ialah dengan mengajar di sekolah-sekolah mulai dari tingkat TK sampai SMP dengan mengajarkan berbagai pelajaran dasar serta keterampilan. Selain itu, mahasiswa pada kegiatan yang diikuti oleh 12 perguruan tinggi negeri anggota FKMB Suramadu juga membina masyarakat       yang mengalami buta huruf.

Mahasiswa sekarang tidak harus turun kejalan untuk melakukan orasi dalam mencapai suatu perubahan. Namun, yang dilakukan hanyalah membuat sesuatu aksi yang kreatif, inovatif dan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi sekitarnya. Melakukan sesuatu bermanfaat tidak harus dalam materi, akan tetapi dalam betuk gagasan dan tindakan yang langsung berdampak kepada masyarakat.

Sebagai mahasiswa jaman sekarang atau sering disebut mahasiswa jaman now, penulis berharap agar mahasiswa melakukan peran sebagaimana mestinya seorang terpelajar yang melakukan Tridarma Perguruan Tinggi yakni Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat. Dengan demikian peran mahasiswa akan secara langsung bermanfaat bagi lingkungan disekitarnya. Terlebih untuk menghargai perjuangan kakak pejuang reformasi tahun 1998 yang rela menyumbangkan waktu, tenaga, serta pikirannya dalam mencapai suatu perubahan bagi negara kita yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Unika Santo Thomas Medan. Anggota Komunitas Menulis Mahasiswa Unika Santo Thomas “Veritas”

Selasa, 16 Juli 2019

Perempuan dan Pencapaian Ketahanan Pangan


Oleh : Ransoter Marbun

Pangan adalah kebutuhan dasar manusia dan paling utama di dalam hidupnya. Begitu pentingnya isu pangan ini, hampir setiap negara melalui pemerintahnya masing-masing mendahulukan pembangunan program pangan sebagai landasan bagi pembangunan sektorsektor lain.

(Sumber gambar :Google)

Jika berbicara soal pangan, maka berbicara tentang bagaimana ketahanan pangan. Setiap negara pun mempunyai program-program yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan, termasuk di Indonesia. Di Indonesia persoalan ketahanan pangan dikuatkan lewat UU No. 18 tahun 2012 tentang Pangan.

Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".

Karena begitu pentingnya program ketahanan pangan ini, membuat banyak orang terlibat di dalamnya, khususnya sebagai pelaku (subjek), atau orang yang bekerja di bidang pangan. Tak hanya laki-laki, tetapi perempuan juga banyak yang terlibat bekerja dalam sektor pangan pangan.

Sebagai gambaran, data Bank Dunia menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam produksi pangan cukup bervariasi. Di wilayah Pasifik mencapai 3871%. Pada tingkat ASEAN, Thailand menduduki posisi tertinggi menurut jumlah perempuan yang bekerja di sektor produksi pangan (60%). Posisi berikutnya, berturutturut ditempati oleh Indonesia (54%), Filipina (47%), dan Malaysia (35%).

Peran Penting Perempuan
Angka 54% jumlah perempuan Indonesia yang bekerja di sektor pangan ini, bukanlah angka yang kecil. Seperti apakah peran penting perempuan dalam sektor pangan ini di Indonesia? Kita sebenarnya bisa melihat dalam keseharian kita sendiri, betapa kelompok perempuan memiliki kontribusi yang tidak sedikit untuk ikut memenuhi ketahanan pangan, bahkan hanya untuk kelompok yang terkecil di sekitarnya, misalnya keluarga.

Jika di sebuah keluarga punya pekerjaan utama sebagai petani, maka biasanya perempuan punya kewajiban untuk turun (bekerja) ke lahan atau ladang pertanian, meskipun dalam keluarga tersebut ada suami atau anggota keluarga laki-laki lainnya.
Aktivitas perempuan ke lahan atau ke ladang ini tidak bisa dianggap sepele.

Dengan posisi Indonesia sebagai negara agraris yang membuat masyarakat Indonesia harus bergantung pada hasil pertanian, maka peran perempuan sangatlah vital dalam menghasilkan produk-produk pangandan pertanian.

Tak hanya di luar rumah, di dalam rumah tangga, perempuan adalah kunci penting dalam pencapaian ketahanan pangan rumah tangganya. Peran perempuan dalam menciptakan ketahanan pangan ini bisa dilihat dengan jelas, karena langsung berhubungan dengan kebutuhan primer keluarga.

Perempuan biasanya mempunyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan laki-laki dalam mengelola kebutuhan pangan di rumah, mulai dari mengelola jenis pangan yang akan di konsumsi, mengelola persediaan pangan, hingga mengatur nutrisi yang dibutuhkan anggota keluarga.

Di industri pangan, banyak perusahaan yang  bergerak di sektor pertanian dan pangan serta dalam produksinya melibatkan perempuan, maka tidak jarang ditemukan juga bahwa upah yang didapatkan oleh mereka (perempuan) acap kali tidak seimbang dengan upah laki-laki. Padahal pekerjaan yang dikerjakan oleh laki-laki sama saja dengan pekerjaan yang dikerjakan oleh perempuan.

Tiga hal di atas hanyalah contoh kecil saja. Masih banyak peran perempuan lainnya yang dapat dilihat dalam hal pencapaian ketahanan pangan. Tetapi dalam perkembangannya justru perempuan yang bekerja dalam sektor pangan, baik di luar rumah, maupun di rumah tangga, masih dianggap warga negara kelas dua. Tetap saja laki-laki yang masih mendominasi, walaupun perannya (laki-laki) belum begitu mendominasi. Banyak fakta memperlihatkan hal itu, misalnya dalam hal pengambilan kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam seperti lahan, atau dalam hal penentuan harga pangan yang akan dijual.
Pencapaian Ketahanan Pangan
Di tengah upaya pemerintah Indonesia dalam menciptakan ketahanan pangan, masalah-masalah pangan pun tetap terjadi, seakan tak  pernah usai. Meskipun Pemerintah Indonesia berupaya mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan pangan dengan meningkatkan pasokan melalui peningkatan produksi pangan dan mengembangkan tanaman bernilai lebih tinggi, namun masih saja ada belasan juta penduduk Indonesia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan pokoknya sehari-hari, terutama kebutuhan beras. Untuk tingkat dunia, menurut Badan Pangan Dunia, sekitar 925 juta penduduk mengalami kekurangan gizi di seluruh dunia pada tahun 2011.

Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus, maka masalah yang dihadapi sebenarnya tak hanya kelaparan dan kekurangan gizi lagi, tetapi juga berdampak kepada bagaimana mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kuat, cerdas, dan berkualitas.

Dalam kerangka mencapai ketahanan pangan di Indonesia, penulis berpandangan, keberadaan sumber daya manusia (SDM) yang mengelola pangan tersebut harus menjadi prioritas semua pihak, terutama pemerintah. Perempuan adalah SDM yang menurut penulis sangat memadai untuk pencapaian ketahanan pangan ini.

Berdasarkan data dari FAO Focus yang dilansir oleh WHO dilaporkan tahun 2009, perempuan memproduksi 60%  80% pangan di sebagian besar negaranegara berkembang dan bertanggungjawab pada sebagian produksi pangan dunia. Sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2016 menyebutkan jumlah penduduk perempuan yang bekerja berjumlah sekitar 45,5 juta. Sektor Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan masih menjadi sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja wanita, dengan menyerap 13,7 juta jiwa atau lebih dari 30 persen pekerja wanita.

Melihat data-data ini, langkah apa yang dapat dilakukan dalam rangka pencapaian ketahanan pangan di Indonesia dengan melibatkan perempuan? Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menghapus semua peraturan-peraturan dan praktik-praktik yang mendiskriminasi perempuan dalam mengakses sumber daya alam (pertanian) misalnya lahan, bibit, ataupun pupuk.

Langkah kedua adalah, memberikan akses kepada perempuan untuk dapat mengakses kredit yang dapat digunakan untuk mengembangkan produksi pangan dan pertanian. Kenyataan yang berkembang saat ini adalah, banyak kredit yang akan diakses oleh perempuan, harus mensyaratkan laki-laki sebagai penentu pencairan kredit tersebut.

Langkah ketiga adalah mengembangkan kapasitas perempuan dalam hal produksi pangan, misalnya lewat pelatihan-pelatihan dan workshop. Untuk diketahui, produksi pangan terdiri dari beberapa aktivitas yang saling terkait, yaitu budidaya tanaman pangan, pengadaan pangan, pengumpulan dan penukaran produksi pangan, persiapan dan pengolahan pangan, hingga ke distribusi pangan. Hampir semua aktivitas ini dapat dikerjakan oleh perempuan. Karena itulah, dengan pelatihan-pelatihan ataupun workshop, kapasitas (pengetahuan) perempuan pun semakin meningkat.

Tujuan akhir dari ketahanan pangan adalah meningkatnya kesejahteraan manusia. Salah satu indikatornya adalah terpenuhinya hak seseorang atas pangan. Pemberdayaan perempuan dalam pencapaian ketahanan pangan ini bukanlah bermaksud mengesampingkan peran laki-laki. Hanya saja, perlu menjadi perhatian semua pihak, bahwa perempuan adalah subjek yang tidak bisa dianggap sebelah mata dalam proses pencapaian ketahanan pangan.(*)

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Unika Santo Thomas Medan. Anggota Komunitas Menulis Mahasiswa Unika Santo Thomas “Veritas”