Postingan Populer

Senin, 23 September 2019

Pengelolaan Sampah di Kos-kosan


Oleh: Ransoter Marbun

Keberadaan kos-kosan merupakan solusi bagi siapapun yang sedang menempuh pendidikan maupun bekerja. Tak sekadar solusi, kos-kosan juga memberikan sisi positif secara ekonomi karena akan menjadi tambahan penghasilan, baik bagi masyarakat yang mempunyai kos-kosan, maupun bagi sektor ekonomi lain, seperti rumah makan, kios voucher, rental komputer, rental internet, toko-toko kelontong dan sektor informal lainnya.

(Gambar : Sumber Foto Pribadi)

Tetapi selain sisi positif, keberadaan kos-kosan juga membawa dampak negatif yang cukup menganggu, yaitu keberadaan sampah di sekitar kos-kosan. Keberadaan sampah ini, dari aspek etika tentu saja mengganggu. Dan dari aspek kesehatan, keberadaan sampah yang terus menumpuk berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit.

Sebenarnya secara alami, sampah akan membusuk dan menjadi tanah. Bahkan tanah hasil pembusukan sampah merupakan salah satu jenis sampah yang subur. Tetapi proses alamiah pembusukan sampah menjadi tanah membutuhkan waktu yang sangat lama, sementara produksi sampah terus meningkat. Hal ini menyebabkan keseimbangan antara produksi sampah dengan daya urai sampah secara alami tidak seimbang. Akibatnya, dari waktu ke waktu, volume sampah terus meningkat.

Sampah Tak Terkelola
Persoalan pengelolaan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI) yang dipublikasikan CNN Indonesia.com (Rabu, 25/4/2018) mengungkapkan sebanyak 24 persen sampah di Indonesia masih tidak terkelola.

Ini artinya, dari sekitar 65 juta ton sampah yang diproduksi di Indonesia tiap hari, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan karena tidak ditangani. Sedangkan, 7 persen sampah didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Dari laporan itu diketahui juga jenis sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah organik sebanyak 60 persen, sampah plastik 14 persen, diikuti sampah kertas (9 persen), metal (4,3 persen), kaca, kayu dan bahan lainnya (12,7 persen). Khusus untuk sampah plastik, diketahui ada 1,3 juta sampah plastik per tahun yang tidak dikelola.

(Gambar : Sumber Google)

Untuk wilayah yang lebih kecil, misalnya di Medan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Medan mendata, setiap warga Kota Medan menghasilkan 0,7 kg sampah per hari. Jika dikalikan dengan jumlah penduduk Kota Medan yang saat ini mencapai sekitar 2,9 juta jiwa, maka sampah yang dihasilkan warga setiap harinya sekitar 2.000 ton. (Medanbisnisdaily.com, Selasa, 20 Nov 2018).

Dari sekitar 2,9 juta jiwa penduduk kota Medan ini, katakanlah 10 persennya saja adalah warga yang tinggal di kos-kosan, maka ada sekitar 200 ton sampah yang dihasilkan setiap harinya. Dan yang pasti, dari 200 ton tersebut, tidak semuanya merupakan sampah yang dapat didaur ulang.
(Gambar : Sumber Google)

Beberapa jenis sampah yang sering dihasilkan oleh anak kos adalah sampah kertas, plastik kresek bungkusan belanja, botol, gelas minuman, kulit telor, kulit pisang, kulit jeruk, bungkus detergen dan masih banyak lagi. Dengan minimnya fasilitas yang dimiliki oleh anak kos seperti tempat sampah yang memisahkan antara jenis sampah organik dengan sampah anorganik dan tempat pembuangan sampah di sekitar lingkungan yang belum tersedia, membuat anak kos memilih untuk membuang sampah secara sembarangan.

Anak kos kadang membuang sampah di selokan, di jalan, di belakang rumah kos dan bahkan mereka membiarkan sampah tersebut membusuk dan banyak dihampiri oleh lalat-lalat dan beberapa patogen yang membahayakan.

Anak kos tidak sadar bahwa sebenarnya tindakan tersebut dapat membahayakan jika dilakukan dengan sembarangan. Misalnya saja, waktu membuang sampah di selokan, maka saat musim penghujan tiba, selokan tersebut akan tersumbat dan berpotensi terjadi banjir. Kemudian ketika membuang limbah hitam seperti detergen dan bungkus shampo, maka berpotensi mencemari ekosistem tanah di lingkungan sekitar.

Selain itu, jika membuang sampah di area-area di sekitar rumah kos, berpotensi membawa dampak buruk bagi kesehatan karena menimbulkan banyak penyakit seperti diare, kolera, tifus, jamur kulit serta demam berdarah. Penyakit ini akan muncul karena tumpukan sampah di sekitar kos merupakan tempat yang cocok bagi mikoorganisme patogen (mikroorganisme merugikan).

Alternatif Pengelolaan di Kos-kosan
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh, perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Pengelolaan sampah ialah usaha untuk mengatur atau mengelola sampah dari proses pengumpulan, pemisahan, pemindahan, pengangkutan, sampai pengolahan, dan pembuangan akhir.

Langkah-langkah apa yang dapat dilakukan anak kos dalam mengelola sampah di kos-kosan ini? Langkah pertama adalah pembuatan bank sampah di setiap gang atau lingkungan kos-kosan. Bank sampah merupakan salah satu solusi yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang sudah dipilah-pilah oleh anak kos yang nantinya akan disetorkan ke tempat pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat pengepul sampah.

Langkah kedua adalah pembuatan tong sampah di beberapa titik di tempat kos-kosan. Tong sampah ini hendaknya memisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik. Pengadaan tong sampah ini dapat bekerjasama dengan program-program kepedulian sosial (CSR/Corporate Social Responsibility) perusahaan di sekitar kos-kosan atau dengan memungut iuran secara rutin dari anak kos dan waga sekitar kos untuk pengadaan tong sampah.

Langkah ketiga membuat program Sabtu Bersih. Program ini akan melatih anak kos untuk bertanggungjawab dan bekerjasama antar anak kos dalam menjaga kebersihan di rumah kosnya masing-masing.

Langkah keempat adalah membentuk komunitas anak kos untuk melaksanakan program daur ulang sampah anorganik. Ada banyak jenis sampah anorganik yang sulit diurai tanah tetapi dengan tangan-tangan kreatif sampah tersebut dapat didaur ulang hingga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi seperti sampah botol minuman, kertas, plastik, dan gelas minuman plastik, dan beberapa sampah lain. Selain menghasilkan keuntungan ekonomi, program daur ulang ini juga akan menghasilkan lingkungan kos yang lebih bersih dan anak kos yang aktid dan kreatif.

Selain mendaur ulang sampah anorganik, maka sampah organik juga dapat di daur ulang menjadi pupuk organik. Anak kos dapat memanfaatkan tanah kosong di sekitar rumah kos atau membuat pertanian hidroponik dengan menggunakan pupuk organik tersebut. Dengan cara ini, secara ekonomi anak kos tidak perlu lagi membeli sayur untuk keperluan memasak. Dari sisi kesehatan tentu sayuran yang ditanam sendiri lebih sehat karena tidak menggunakan bahan pestisida dalam proses menanam hingga panen.

Anak kos tentunya harus sadar akan kebersihan lingkungan dan dampak buruk dari tindakan atau karakter yang buruk terhadap pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah di suatu daerah tidak cukup dirancang oleh dinas yang berwenang saja, tanpa melibatkan instansi-instansi dan masyarakat umum yang mempunyai kepentingan langsung terhadap keberadaan sampah, termasuk masyarakat yang tinggal di kos-kosan. Sebab kalau bukan kita (anak kos) yang menjaga lingkungan untuk tetap bersih dan indah, lalu siapa lagi? (*)
(Gambar :  Sumber Google)

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Unika Santo Thomas Medan. Aktif di Komunitas Menulis Mahasiswa “Veritas Unika”


           
           
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar